Main Image
Cerita Unik
Cerita Unik | 21 May 2019

Air (tak) Mengalir Sampai Jauh

Denny Sulaksono

Editor in Chief

Persisnya lupa, sejak beberapa bulan lalu, debit air PDAM ke kompleks perumahan kami mengalami lemah syahwat. Alirannya kecil. Bahkan untuk naik ke wastafel saja tak kuat. Apalagi mengisi bak kamar mandi di lantai 2.

Sebelumnya, beberapa bulan sebelum beberapa bulan macet, aliran lancar. Deras. Bahkan tak kenal waktu. Perlahan, berkurang. Kencangnya air seolah berjadwal. Dini hari, sejak munculnya matahari adalah waktunya air deras. Begitu matahari naik separo tombak, kembali mengecil. Begitu seterusnya. Kini, sepanjang putaran jarum jam, air juga tak kencang. Loyo.

PDAM sebagai pihak penyedia air bersih memang rutin memberikan ada info perbaikan maupun perawatan. Dulu, ketika jadwal tak melintasi area perumahan kami, air masih lancar. Sekarang? Mau ada perbaikan atau tidak di daerah manapun, air tetap kecil.

Kecilnya aliran air ini lantas menjadi diskusi kami antar warga kompleks. Semua mengeluh. Padahal tak pernah telat bayar iuran. Iuran per bulan pun tak murah. Ada yang menyentuh Rp 200 ribuan. Namun, ya begitu. Kewajiban tak seimbang dengan hak.

Iseng, beberapa hari lalu kami melempar topik ini ke salah satu grup media sosial (medsos) Facebook lokal. Medsos beranggota mencapai ratusan ribu orang tersebut, memang kerap digunakan sebagai keluh kesah. Macam macam.

Mulai dari masalah asmara, pidana, perdata, pelayanan publik, hingga hal sepele seperti pembatalan sepihak pesanan transportasi online juga dikisahkan di sana. Biasanya, postingan langsung ditanggapi netizen. Tak sedikit langsung direspons pihak bersangkutan. Berdrama sedikit melaui balas berbalas komen, namun pada akhirnya ketemu solusi. Maka tak heran, media ini dijadikan pilihan anggota untuk curhat.

Kembali perihal postingan air PDAM. Kami melempar topik mengenai daerah mana saja yang debit airnya kecil. Ternyata masih banyak area di Kota Tepian yang tak terlayani baik. Seperti di perumahan Griya Mukti Sejahtera di wilayah Sempaja, Jalan DI Panjaitan, Jalan Gerilya Dalam, daerah GP, Jalan Pahlawan, Jalan Juanda, serta Jalan KS Tubun. Bahkan area tengah kota pun tak luput dari kecilnya debit, yakni di Jalan Pahlawan. Bahkan (lagi) di Jalan Cendana yang dekat dengan pengolahan air pun menderita hal seragam.

Pihak PDAM melalui akun Facebook nya secara rajin membalas satu persatu pertanyaan. Mulanya, PDAM mengarahkan untuk langsung menghubungi pusat pengaduan dengan mencantumkan no telepon yang dimaksud.

Ternyata jawaban tersebut tak memuaskan netizen. Sebab, sudah berulang kali pelanggan lapor, namun tak ada jalan keluar. Akhirnya, PDAM menguraikan masalah yang terjadi.

Disebutkannya, pergantian dan perawatan rutin menjadi sejumlah penyebab mengapa debit air kecil. Kemudian disebutkan juga bahwa di wilayah pelanggan yang berbukit, pihaknya kekurangan booster untuk memompa. Kondisi air Sungai Mahakam sekarang yang tengah bangar, menjadi kendala juga. Dan seterusnya, seterusnya.

Berdasar info seorang kawan, Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang sebenarnya tidak membebani PDAM untuk sumbang Penghasilan Asli Daerah (PAD). Jaang, lebih memprioritaskan BUMD itu untuk menginvestasikan peralatan dari hasil keuntungan.

Tentu ini menjadi satu hal yang luar biasa. Betapa Jaang sangat memprioritaskan pelayanan ketimbang keuntungan. Dan mestinya, pihak PDAM memanfaatkan benar-benar arahan orang nomor satu di Samarinda itu.

Oiya, PDAM dalam komennya mengusulkan Pemkot Samarinda dan Pemprov Kaltim untuk segera membangun Intake Sungai Kapih. Kelak, intake tersebut berkapasitas 200 liter/detik. Juga diharap segera dibangun intake IPA Kalhold 1000 liter/detik.

Yes, sebagai pelanggan, kami turut mendukung PDAM dengan membayar rutin iuran perbulan. Juga meng-amin-kan agar kedua intake di atas segera terealisasi. Namun sepanjang berproses, tentu masih ada drama-drama. Maka duhai PDAM, Jangan dihindari, nikmati saja.

Pihak PDAM pun tak perlu takut maupun antikritik. Namanya kritik, pahit. Namun percayalah, pahit itulah yang menyembuhkan. Bisa saja kami berikan yang manis-manis. Tapi kami khawatir PDAM malah kena diabetes. Malah bikin lebih loyo lagi.

Oiya, hampir lupa. Perumahan saya di Jalan Jakarta 2 Loa Bakung. Posisinya pun selemparan batu dari intake Loa Bakung. (***)

 

BERITA UTAMA

Masih melekat diingatan Titin, sumber mata air yang berlokasi tak jauh dari rumahnya telah dimanfaatkan sebagai tumpuan kehidupan sejak dia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rumahnya, tepat di Jalan Purwodadi, Keluarahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara.

Bukan hanya dia dan keluarga. Warga sekitar berbondong-bondong menggunakan mata air tersebut untuk keperluan sehari-hari.

“Kan, di belakang rumah itu ada gunung. Nah, di situ ada sumber air alami bukan buatan,” ungkap wanita yang bernama lengkap Suprihatin itu kepada KPFM, Selasa 7 Mei 2019.

Terdapat lebih dari satu mata air yang dimanfaatkan warga. Titin bilang, di belakang rumahnya saja ada tiga sumber air. Nampak dari kejauhan, sejumlah mata air terpasang banyak pipa yang terhubung dengan pompa air milik warga.

Air mencuat ke permukaan, mengalir ke rumah-rumah warga, ditampung ke dalam tandon berkapasitas kurang lebih 18 meter per kubik. Jika sudah begitu, Titin cukup memutar kran untuk mengucurkan air.

Kebutuhan air bersih terpenuhi. Berbagai aktivitas pun memakai air tersebut. Mulai dari merendam sayuran, mencuci pakaian, mandi hingga dimasak untuk diminum. Titin beserta suami dan kedua anaknya telah terbiasa mengonsumsi air dari bukit itu.

“Kadang saya kalau masak, pakai air sumber itu,” ucapnya.

Meski begitu, warga yang memanfaatkan mata air kerap mengalami kesulitan apabila musim kemarau tiba. Air di sana jadi kering. Debit air berkurang. Masalah lain timbul kala hujan deras, sumber air menjadi keruh.

Keadaan demikian, memaksa warga merogeh kocek untuk membeli asupan air dari penjaja air bersih. Mobil pikap penjual bakal mondar-mandir di kawasan Lempake. Satu hari, mereka bisa melangsungkan enam pengantaran dari rumah ke rumah.

Harga yang ditawarkan cukup variatif, dengan kisaran Rp 60-70 ribu untuk dua tandon berisi 1.200 liter air.

Tawaran untuk pasang baru sebagai pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sempat datang. Kata Titin, Ketua RT setempat pernah mengumpulkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) terkait adanya desas-desus pengajuan pasang baru di kawasan itu. “Kolektif dulu,” imbuh Titin.

Satu warga dibanrol Rp 3.000.000 untuk dapat menikmati segarnya air PAM atau Perusahaan Air Minum. Hanya wacana, hal itu tidak pernah terwujud. Tidak ada kelanjutannya. Tak kunjung berbuah kabar. Beberapa warga ada yang mengambil inisiatif masing-masing, mendaftarkan diri mereka pada PDAM Tirta Kencana Samarinda.

Menurut Titin, bagi masyarakat menengah ke bawah seperti dirinya, mengeluarkan uang sebesar Rp 3 juta adalah hal yang sulit. Sehingga dia lebih memilih bertahan dengan sumber air di belakang rumahnya.

“Orang-orang di sini ya bilang, sumur (sumber air) masih bisa dipakai. Ya udah, pakai sumur,” celetuknya.

Namun, Titin, wanita berusia 35 tahun itu berprasangka, pemerintah melalui PDAM Tirta Kencana Samarinda sebenarnya tak membiarkan dia dan warga lainnya hidup bersimbah air tanah. Toh, gaung sosialisasi yang dicanangkan PDAM sampai ke telinga warga Lempake itu.

Hanya saja, Titin merasa nyaman menggunakan air dari sumber tersebut. “Masih layak,” katanya.

Jika ada lagi kabar pasang baru, dia pun berharap, PDAM meringankan beban tarifnya. Kalau perlu, warga diberi subsidi. “Pemasangannya diskon 10 persen, gitu!” seru Titin.

DATA GRAFIS

MASIH BANYAK ZONA MERAH

Samarinda memiliki tiga sumber air baku, diantaranya adalah Sungai Mahakam, Waduk Benanga, dan Sungai Karang Mumus yang berlokasi di hulunya, tepatnya di sekitar kawasan Bengkuring, Kelurahan Sempaja Timur. Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah tiga sumber air baku tersebut cukup untuk meng-cover seluruh area Samarinda?

Berdasarkan hitungan yang dilakukan di tahun 2000, kapasitas Sungai Mahakam saja mencapai 5.000 meter kubik persegi, atau sekitar 5 juta liter/detik. Lalu, yang menjadi permasalahan sekarang adalah, ada tidak intake/instalasi pengolahan air bersihnya?

“Tahun 2016, kita masuk menjadi 17 PDAM yang dibina agar bisa mencapai cover area sebanyak 100 persen, tetapi hal tersebut hanya di atas kertas saja karena sampai dengan tahun 2019 kita masih belum bisa meng-cover kebutuhan masyarakat Samarinda sebanyak 100 persen. Hanya Banjarmasin saja yang mampu mencapai 100 persen,” papar Direktur Utama PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda, Nor Wahid Hasyim, saat gelaran Coffe Morning pada Rabu (27/2) pagi.

PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda mengklaim bahwa, jika mengikuti data sambungan rumah (SR) dikali enam, maka untuk tahun 2018 PDAM sudah mengcover area sebesar 98 persen, dari luasan kota Samarinda yang mencapai 718 Kilometer persegi dengan besaran kapasitas mencapai 2.3175,5 liter/detik. Angka tersebut diperoleh dari 15 instalasi pengolahan air (IPA) yang meng-cover seluruh pelanggan di Kota Tepian.

“Namun, kenyataannya tidak sampai segitu, karena masih banyak zona merah di Samarinda. Diantaranya adalah Sambutan, daerah sekitar Damanhuri, Lempake dan D.I Panjaitan yang masih mengalir setiap dua hari saja,” ungkap Direktur Teknik PDAM Tirta Kencana Samarinda, Ali Rahman, saat ditemui KPFM diruangannya, Rabu (8/5) siang.

Ali mengakui memang PDAM belum bisa memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat di Samarinda. Dirinya bahkan sempat stress karena banyaknya zona merah ini, belum lagi terkadang banyak masyarakat yang mengeluhkan kualitas air yang mengalir. Biasanya, ketika PDAM menerima laporan dari warga bahwa kondisi air menjadi keruh, mereka segera mengirimkan petugasnya untuk melakukan perbaikan. Terkadang, usai perbaikan ada saja pasir atau apapun yang ikut terbawa sehingga air menjadi keruh. Untuk kembali normal, hal tersebut biasanya memakan waktu 2-3 hari agar air bisa kembali jernih, semua itu tergantung jaraknya.

“Kalau lagi perbaikan biasanya kan, pipa kosong, namun setelah perbaikan selesai pipa kembali terisi. Ketika terisi inilah terjadi turbulensi, sama seperti saat pipa itu digosok ataupun disikat, apalagi kalau pompa dengan tekanan tinggi, itu kaya nyuci pipa, sehingga distribusi air menjadi kotor, namun setelah beberapa hari distribusi air menjadi normal lagi,”lanjut Ali.

Kualitas Air tetap menjadi prioritas dan akan ditangani secara serius, salah satunya melalui laboratorium milik PDAM yang berada di Jalan Cendana, maupun Lab Induk. Selain memaksimalkan pelayanan, PDAM Tirta Kencana juga berusaha untuk menghapus zona merah. Saat ini, PDAM telah merencanakan untuk membangun dua IPA. Yaitu, IPA Sungai Kapih dan IPA Kalhol yang berlokasi di bawah Jembatan Ahmad Amins (Mahkota II), Kecamatan Sambutan.  

“Saat ini, pembangunan IPA Sungai Kapih telah selesai di tahun 2014 dan hanya tinggal membangun intakenya saja,” kata Ali. 

FOKUS PADA PELAYANAN

Pasca mengalami defisit di tahun 2016, PDAM Tirta Kencana berhasil bangkit dengan mengangkat keuangannya di level positif. Bahkan pada tahun 2018, PDAM Tirta Kencana mampu menyetorkan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 7 miliar. Namun, untuk tahun ini PDAM masih menunggu hasil audit.

Nor Wahid Hasyim menyebut, dirinya sangat mengharapkan keuntungan yang diperoleh PDAM Tirta Kencana tetap sama, tetapi dengan catatan, jika hasil audit pelayanan di bawah 80 persen, maka pihaknya belum boleh menyetor PAD.

“Jika pelayanan PDAM di bawah 80 persen, disarankan untuk tidak setor PAD. Ini dilakukan supaya PDAM bisa berinvestasi dahulu agar bisa berkembang dan meningkatkan pelayanan,” ujar Nor Wahid.

Prinsipnya, lanjut Nor Wahid, Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang menginginkan agar PDAM Tirta Kencana bisa menggunakan data dalam mempertimbangkan investasi. Masalah PAD dinilai menjadi prioritas yang kesekian, jangan sampai data tersebut dimanipulasi. Untuk mendapatkan data, PDAM tidak hanya menggunakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) saja, ke depan, mereka akan melakukan survei kepuasan pelanggan.

“Kita penginnya sih, setor. Namun walikota hanya meminta pelayanan bisa ditingkatkan, yang penting saya kemana mana buka keran, air ngalir," lanjut Nor Wahid yang mengutip pernyataan Jaang. 

Menyikapi pernyataan Jaang, Ali Rahman kembeli menjelaskan bahwa saat ini, PDAM Tirta Kencana Samarinda sedang fokus untuk meningkatkan pelayanan melalui investasi pembangunan instalasi. Salah satunya dengan membangun instalasi di wilayah Makroman dengan kapasitas 50 liter/detik yang mampu menjangkau sekitar 3.000 pelanggan.

“IPA Makroman tahun ini mungkin akan selesai, saat ini kami juga sedang membahas desain kapasitas untuk Tirta Kencana sebesar 100 liter/detik,” papar Ali.

Tidak sampai disitu saja, PDAM juga sudah menambah kapasitas operating IPA Selili. IPA Selili dulunya hanya berkapasitas 75 liter/detik, namun sekarang sudah mencapai 120 liter/detik.

“Intakenya kan sudah ada, tinggal pengolahan saja lagi,” tegas Ali.

Target pelayanan PDAM Tirta Kencana di tahun 2019 sebisa mungkin harus meningkat, tetapi hal tersebut bergantung pada tambahan kapasitas. Ali menerangkan, memang untuk saat ini kendalanya ada di kapasitas.

“Jika mengerjakan yang kecil-kecil saja, mungkin kami masih bisa mengoperasikannya, tapi kalau misalnya membutuhkan kapasitas yang besar, maka kami membutuhkan bantuan dari pemkot Samarinda dan Pemprov Kaltim,” tutup Ali.  

 MENUNGGU ANGGARAN DARI PEMPROV KALTIM

PDAM Tirta Kencana telah mengusulkan anggaran ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim, agar bisa membantu pembangunan IPA Sungai Kapih dan Kalhol. Ali berpendapat, usulan tersebut  mungkin akan ditindaklanjuti pada anggaran perubahan tahun 2019 nanti. Hanya saja, kita harus melihat kapan hal tersebut akan disetujui. Jika dalam waktu dekat anggaran tersebut telah disetujui, maka tahun 2019 bisa selesai, namun jika disetujui di akhir tahun, maka proyek tersebut baru akan selesai di tahun 2020.

“Anggaran yang dibutuhkan untuk membangun Intake Sungai Kapih itu sebesar Rp 42 miliar, untuk kapasitas sebesar 250 liter/detik dikali dua pompanya, karena harus ada cadangan pompa jika terjadi hal yang tidak diinginkan,” ucap Ali.

Untuk pembangunan IPA Kalhol, saat ini pengerjaan untuk pompanya sudah lengkap, dan tinggal membangun pengolahannya saja dengan besaran kapasitas sekitar 1.000 liter/detik. Pembangunan ini diperkirakan memakan biaya sekitar Rp 142 miliar dan bisa dibangun secara bertahap.

Idealnya untuk mengcover seluruh pelanggan di Samarinda, PDAM hanya membutuhkan satu atau dua IPA saja, namun hal ini tergantung dengan besaran kapasitas dari instalasi tersebut. Saat ini, PDAM Tirta Kencana memiliki besaran kapasitas sekitar 2.400 Liter/detik. Jika kapasitasnya bisa ditambah lagi sekitar 1.500 liter/detik, maka seluruh area di Samarinda bisa tercover semua dan mampu mengalir selama 24 jam. Artinya, jika Intake Sungai Kapih dan Kalhol bisa beroperasi, maka secara otomatis zona merah itu akan otomatis hilang. 

KATA PARA KEPALA DAERAH SOAL PDAM 

Permohonan PDAM Tirta Kencana yang meminta bantuan Pemprov Kaltim terkait anggaran sampai ke telinga gubernur.

Gubernur Kaltim, Isran Noor, berkomitmen untuk membantu PDAM. Hanya saja, dia tak menjamin anggaran tersebut bisa tersedia pada tahun 2019 ini. Hal ini disebabkan Pemprov Kaltim tidak mungkin mengandalkan APBD yang sudah berjalan. Sehingga Isran akan mengusulkannya di APBN.

“Tahun ini kita mau coba menyusun untuk minta bantuan ke APBN. Karena dua-duanya merupakan instalasi untuk menyuplai Bandara APT Pranoto Samarinda," terang Isran.

Isran menyebut, anggaran tersebut diusahakan pada tahun 2020. Sekarang, masih dalam tahap penyusunan agar dapat dibantu pemerintah pusat, terlebih ini merupakan proyek pusat. Pemprov Kaltim berencana mengusulkan anggaran senilai Rp 200 milar.

“Yang jelas, kami akan mengupayakan agar tahun depan anggaran tersebut sudah bisa turun,” tegas orang nomor satu di Benua Etam itu.

Sementara itu, Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang berharap PDAM dapat mengembangkan pelyanan. Terlebih dua intake,IPA Sungai Kapih dan Kalhol akan segera dibangun.

“Tahun depan kita bangun,” seru Jaang.

Menurut Jaang, PDAM tak perlu berpikir untuk menjadi penopang PAD. Dia ingin PDAM fokus melayani masyakat.

“Jadi tidak harus terbeban oleh pemkot, harus setor Rp 5 miliar per tahun, lalu kerjain. Tapi tidak terpikir bagaimana pelayanan. Dia (PDAM) hanya berpikir, namanya baik di depan pemkot. Bukan harapan kita membentuk itu,” ucapnya.

PELAYANAN & PAD HARUS SEIMBANG

Perkara ini tak lekang dari perhatian anggota dewan. DPRD Samarinda melalui Panitia Khusus (Pansus) PDAM tidak setuju apabila pemerintah lebih mendahulukan investasi dari pada memfokuskan diri terhadap PAD.

Menurut Waki Ketua Pansus PDAM, Hendra, dalam rancangan yang telah dibahas bersama pihak PDAM, apabila sudah mencapai 80 persen layanan kepada masyarakat Kota Samarinda, PDAM diprioritaskan untuk menyetor PAD.

“Saya tidak sependapat juga kalau cuman investasi alat saja, tapi tidak mengejar PAD,” kata Hendra yang dikonfirmasi media ini lewat saluran telepon, Rabu 8 Mei 2019.

Kalau melihat laporan secara administrasi, lanjut Hendra, sudah terpenuhi. Namun dia mempertanyakan, apakah publik Kota Tepian memahami, kalau PDAM telah memberikan pelayanan dengan baik.

Dia pun mengungkap bahwa, dari hasil penelusurannya di media sosial, terutama Facebook, masih banyak warga yang mengeluh terkait layanan. Sehingga dia berpendapat, layanan PDAM harus segera dibenahi. Seperti kualitas air sampai ke problematika daerah-daerah tertentu yang yang belum dialiri air bersi secara penuh.

“Harus tingkatkan pelayanan. Khususnya tarif terjangkau (oleh masyarakat). Jangan nanti semau-semaunya naikkan tarif, karena cost mereka lebih besar dari profit yang didapat, tidak balance dengan pengeluaran dan pemasukan,” ucapnya.

“Memang ada salah satu item yang membuat mereka (PDAM) harus menaikkan tarif, tapi harus diusulkan melaui keputusan DPR, sebagai representasi dari masyarakat,” tandasnya.

 

 

 

Reporter: Maulani Al Amin & Muhammad Noor Fajar

Penulis: Maulani Al Amin & Muhammad Noor Fajar

Editor: Denny Sulaksono

Share This Post
More News

Tap anywhere to start radio 96.8KPFM 🎵