Main Image
Benua Etam
Benua Etam | 20 Jul 2023

Bicara di Belanda, Isran Noor Pastikan Bisnis CPO Baik untuk Lingkungan

968kpfm, Denhaag - Gubernur Kaltim, Isran Noor membawa misi untuk membahas isu minyak kelapa sawit saat bertandang ke Belanda pada Senin (17/7).

Tajuk tersebut diusung Isran mengingat sampai saat ini masih mendapatkan ‘teror’ dalam bisnis kelapa sawit dari negara-negara Eropa.

Negara-negara di Benua Biru itu berulang kali membawa isu lingkungan dan perusakan hutan di tengah upaya Indonesia dalam mengekspor minyak kelapa sawit ke Eropa.

“Menurut saya, ini bukan persoalan lingkungan dan perusakan hutan, tapi kompetisi,” imbuh Isran Noor di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Denhaag, Senin (17/7)

Orang nomor satu di Benua Etam itu mengungkapkan, bila dibandingkan dengan minyak matahari yang banyak diproduksi di Eropa, minyak kelapa sawit lebih ramah dari sisi lingkungan.

Pertama, karena sawit bisa bertahan hidup selama 25 tahun, bahkan 30 tahun. Selama itu juga sawit tetap menjadi pohon, meski bersifat homogen.

Berbeda dengan bunga matahari, kata Isran. Minyak bunga matahari setiap enam bulan dipanen dan saat itu juga hutan dibuka kembali karena harus dipanen.

“Kalau sawit tidak. Selama 25 tahun dia akan tetap menjadi pohon untuk menahan hantaman panas matahari, penguapan terbatas dan kalau ada air hujan dia akan menyerap air,” beber Gubernur Isran Noor.

Persaingan yang diyakini eks Bupati Kutai Timur itu adalah tentang produktivitas dan produksi. Sebab satu hektare sawit sama dengan 10 hektare minyak matahari. Jadi, minyak matahari tidak mungkin bersaing dengan minyak sawit.

Ditegaskan juga bahwa penanaman sawit juga selalu mengacu pada kaidah-kaidah lingkungan. Salah satunya, sawit tidak ditanam di kawasan hutan, tapi kawasan nonkehutanan, yakni areal penggunaan lainnya (APL). Sayangnya, banyak kelompok-kelompok di dalam negeri yang justru memberikan data dan informasi yang salah ke Eropa.

Isran mengungkapkan, produksi crude palm oil (CPO) Indonesia mencapai 55 juta ton per tahun. Sebesar 20 juta ton digunakan untuk keperluan dalam negeri sebagai bahan baku minyak goreng dan biodiesel. Sisanya tentu saja diekspor.

“Dari 35 juta ton ekspor itu, hanya 8 persen yang diekspor ke Eropa, kecil sekali. Kalau saya dijadikan juru runding pemerintah, tidak usah saja ekspor ke Eropa,” sindirnya.

Menjawab keluhan Isran Noor, Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia di Denhaag, Mayerfas, meminta agar produksi dan ekspor CPO ke Belanda dan Eropa tetap dilanjutkan.

"Tanpa sawit, mereka pasti sulit. Beberapa waktu lalu, ketika kita stop dua bulan, mereka (Eropa) teriak,” beber Mayerfas.

Belanda sendiri kata Mayerfas, menjadi partner utama perdagangan Indonesia di Eropa. Tahun lalu ekspor Indonesia mencapai USD 65 miliar dan surplus sebesar USD 5 miliar. Belanda juga merupakan investor terbesar Eropa ke Indonesia, termasuk besarnya kunjungan wisatawan ke Tanah Air. Jumlahnya berkisar 250 ribu per tahun. Wisatawan dari Belanda berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia, bukan hanya Bali.

"Jadi lanjutkan saja sawitnya. Yang pasti, Belanda akan terus memberi banyak nilai tambah secara ekonomi untuk Kaltim dan Indonesia," tutup Mayerfas.

Penulis: Fajar
Editor: Maul

Share This Post
More News

Tap anywhere to start radio 96.8KPFM 🎵