Pendengar KP (Samarinda) - Pertumbuhan pasar bisnis properti di Kaltim diprediksi bergerak positif di tahun 2019, walaupun dalam prosesnya sempat menjumpai beraneka ragam tantangan. Sejumlah segmen properti yang dinilai berpotensi tumbuh pada tahun ini adalah rumah bersubsidi atau rumah khusus mayarakat berpenghasilan rendah.
Hal ini turut diperbincangkan dalam program terbaru KPFM Samarinda, Diskusi Terbuka Coffe Morning Rabuan, yang berlangsung di Cafe 5.1 Coffe, Jalan Untung Suropati, dari pukul 10.00-11.00 WITA.
Bertajuk Prospek Properti di Kaltim, talk show yang dipandu oleh Direktur KPFM Samarinda, Denny Sulaksono dan Wapimred Kaltim Post, Dwito Susanto ini menghadirkan tiga narasumber berkompeten, yakni Ketua DPD REI Kaltim, Bagus Susetyo, Head of Marketing Department Citra Grand Senyiur City, Eric Farzana dan Kepala Cabang BNI Sungai Pinang Dalam, Arief Prabowo.
Mengawali diskusi, Ketua DPD REI Kaltim, Bagus Susetyo mengatakan, perumahan adalah kebutuhan primer. Tidak ada manusia yang tidak memerlukan rumah.
Menurut dia, masih ada 11.800.000 kebutuhan rumah secara nasional. Dari angka tersebut, pihaknya hanya bisa menyiapkan setengah dari kebutuhan, yakni 400.000. Padahal setiap tahun dibutuhkan 800.000 unit rumah.
"Jadi kalau pertahun itu delapan ratus ribu, dan kami dari asosiasi properti ini baru bisa menyiapkan separuhnya, empat ratus ribu per tahun. Sehingga untuk mencapai kebutuhan secara total memang diperlukan effort yang luar biasa," kata Bagus, Rabu (13/2).
Diakui Bagus, perkembangan bisnis properti ini sempat bergantung pada industri minyak dan batu bara, yang pada 2015 menurun secara global.
"Kebutuhan batu bara kecil sehingga untuk mengembangkan industri ini (properti) sangat kecil. Akhirnya banyak perusahaan yang tutup," ucapnya.
Sekarang, tambah Bagus, orang membeli rumah bukan untuk berinvestasi, tapi ditujukan sebagai hunian. Sehingga banyak pengembang yang beramai-ramai membangun rumah bersubsidi.
Erick Farzana menyampaikan hal senada. Dia membeberkan, dalam kurun waktu 2017-2018, pihaknya masih bisa menjual rumah dengan harga Rp 500 juta. Namun sekarang harga jual menurun sampai angka Rp 300 juta ke bawah. Bahkan konsumen menuntut hunian yang siap pakai.
"Kalau sekarang makin turun di angka Rp 300 juta ke bawah, dan itu pun tuntutannya unit harus ready." kata Eric, Rabu (13/2).
"Dulu konsumen kami itu banyak mengambil KPR (Kredit Pemilikan Rumah) itu dari perusahaan tambang. Sekarang perusahaan tambang pun mulai enggak pd (percaya diri). Mungkin gara-gara tambang anjlok mereka banyak pengurangan," lanjutnya.
Sementara itu, Arife Prabowo selaku Kepala Cabang BNI Sungai Pinang Dalam menerangkan, Samarinda sangat berpotensi dalam peningkatan bidang apapun, termasuk properti. Sehingga dia menyarakankan perlu adanya campur tangan pemerintah dalam persoalan ini.
"Kami juga perlu menyusun strategi, baik itu perbankan, developer, dan REI harus in-line dengan tata letak pemerintah. Jadi paling tidak kita bisa memulai sesuatu hal yang nanti membuat besar Kota Samarinda. Potensi besar tapi tidak bisa dieksekusi kan rugi ya?" tandasnya.
Di akhir diskusi, ketiga narasumber sepakat, semua elemen pemerintah dari pusat, provinsi hingga kabupaten/kota mesti mendorong perkembangan bisnis properti di Bumi Etam.
Dokumentasi: KPFM Samarinda
Penulis: Maul
Editor: *
Benua Etam
Terima Silaturahmi Masyarakat Umum, Gubernur Kaltim Berikan Santunan Kepada 1.000 Penerima13 Feb 2019