968kpfm, Samarinda - Selang enam hari pengungkapan kasus 160 ekor burung cucak huijau yang diperdagangkan secara daring, Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan kembali menggagalkan upaya jual beli satwa yang dilindungi Undang-Undang.
Kali ini, SPORC Brigade Enggang Balai Gakkum LHK Kalimantan bersama Polisi Kehutanan Balai KSDA Kalimantan Timur, dan didukung oleh Satreskrim Polresta mengamankan seorang pria berinisial S (32) di Jalan Ulin Gang 6 Blok B, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Sungai Kunjang, Selasa (9/6/2020).
Dari kediaman S, aparat gabungan menemukan lima ekor burung rangkong atau enggang atau julang jambul hitam (Rhabdotomhinus comugatus) dan satu ekor burung elang ikan kepala kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus).
Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan, Subhan menuturkan, pengungkapan kasus ini berawal dari informasi masyarakat, mengenai adanya perdagangan online satwa dilindungi di media sosial, Facebook.
"Jadi kami turunkan tim gabungan untuk mengecek kebenaran informasi tersebut, dan ternyata memang terbukti," ucap Subhan, Rabu (10/6/2020).
Setelah terbukti, S langsung digiring ke Kantor Balai Gakkum LHK Kalimantan guna menjalani proses penyidikan. Berdasarkan hasil penyidikan, diketahui bahwa S mendapatkan satwa dilindungi tersrebut dari oknum masyarakat.
"Kemungkinan burung enggang ini dia dapat dari wilayah Kutai Timur (Kutim). Sementara burung elang ini berasal dari Kalimantan Selatan (Kalsel). Tapi kami akan mendalami kembali asal muasal satwa ini untuk meringkus pemasoknya," terangnya.
Dari keterangan pelaku, ujar Subhan, dia menjual satwa ini sebesar Rp 1 juta per ekor. Padahal menurut Subhan, harga untuk paruh burung enggang saja di pasar internasional bisa mencapai Rp 9 juta per gram
"Diketahui, pelaku sudah menjual 3 ekor satwa dilindungi ini. Kami akan dalami siapa saja yang sudah membelinya," papar Subhan.
"Biasanya dijual ke Tiongkok. Banyak manfaatnya memang untuk menyembuhkan penyakit. Tapi kalau dibiarkan, satwa ini akan punah sehingga perlu dilakukan penindakan terhadap mereka," tegasnya.
Saat ini pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka akibat kasus ini. Pelaku juga akan dijerat dengan Pasal 21 ayat (2) huruf a, Jo Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun, dan denda paling banyak Rp 100 Juta.
Penulis: Fajar
Editor: Maul
Benua Etam
Terima Silaturahmi Masyarakat Umum, Gubernur Kaltim Berikan Santunan Kepada 1.000 Penerima10 Jun 2020