968kpfm, Samarinda - Setelah menjalani proses pembelajaran secara daring selama 8 bulan akibat pandemi Covid-19, akhirnya pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama 3 kementerian lainnya memberikan kewenangan kepada masing-masing pemerintah daerah untuk membuka sekolah mulai Januari 2021 nanti.
Merespon wacana tersebut, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Samarinda, Asli Nuryadin, telah mengumpulkan seluruh kepala sekolah di Samarinda untuk melakukan survei kepada orang tua siswa terkait kebijakan ini. Hal ini dilaksanakan karena salah satu syarat untuk membuka sekolah adalah melalui persetujuan orang tua murid.
"Jadi saya minta waktu kepada teman-teman kepala sekolah semoga dalam pekan ini semuanya sudah selesai. Setiap sekolah itu akan dihitung nanti berapa persen yang setuju dan tidak setuju," imbuh Asli, saat ditemui usai rapat bersama Komisi IV DPRD Samarinda, Selasa (24/11/2020).
Setelah hasil survei terkumpul semua, tambah Asli, pihaknya akan segera membuat laporan dan langsung menyampaikan kepada Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang pada pekan depan. Jika ada orang tua murid yang tidak setuju dengan kegiatan belajar tatap muka, maka anak mereka akan tetap melakukannya secara daring.
"Bagi yang setuju, maka akan melakukan pembelajaran secara tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Tetapi ini semua tergantung pada keputusan Wali Kota nanti apakah sekolah boleh dibuka atau tidak," ucap Asli.
Jika telah mendapat izin dari orang nomor satu di Samarinda, setiap sekolah harus menyediakan fasilitas pendukung untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti menyediakan tempat cuci tangan, melakukan pengecekan suhu, serta wajib mengenakan masker.
Selain itu beberapa persyaratan seperti tidak boleh ada kantin yang buka, tidak ada kegiatan seperti olahraga, upacara, ekstrakurikuler dan jam istirahat wajib diterapkan oleh sekolah. Asli menyebutkan, setiap ruangan hanya boleh diisi 50 persen dari jumlah murid dan pengurangan jam belajar.
"Kuncinya nanti di jam belajarnya, karena kalau kami kurangi separuhnya, itu bisa meng-cover semua. Sebab kalau tidak diterapkan, gurunya harus ditambah 100 persen dan ruangannya juga, karena satu kelas kan harus dibagi dua," beber Asli.
Meski sudah merencanakan dengan matang, semua wacana ini tetap tergantung pada keputusan dari kepala daerah. Asli menerangkan, jika kawasan yang masuk dalam zona merah tak diperkenankan untuk belajar secara tatap muka, maka dirinya akan memprioritaskan wilayah pinggiran seperti Kelurahan Bantuas yang masuk zona hijau.
"Daerah pinggiran lain mungkin akan menyusul juga, karena di sana kan tidak bisa juga dipaksa belajar daring akibat kendala jaringan dan ketersediaan perangkat pendukung," terang Asli.
"Tapi bisa juga kami menerapkan simulasi dulu nantinya. Namun sampai sekarang belum ada formulasi yang pas, jadi tunggu saja keputusan dari Wali Kota," pungkasnya.
Foto: Ilustrasi. Dokumentasi: Istimewa.