968kpfm, Samarinda - Sudah menjadi hal umum bahwa radio telah melewati masa emasnya di periode tahun 2000-an. Pada era itu, radio sangat digandrungi oleh generasi muda lewat program request lagu serta saling bertukar salam.
Memasuki periode 2010-an, radio perlahan mulai kehilangan pendengarnya akibat perubahan zaman. Semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi membuat orang beralih menggunakan smartphone yang memiliki fitur lengkap dengan berbagai platform untuk mendapat informasi, serta hanya sekadar untuk mendengarkan lagu.
Seakan tidak ingin kalah dengan perkembangan zaman, perusahaan radio mulai mencoba beradaptasi dengan menyediakan pembaharuan layanan di ponsel pintar agar mampu menjangkau pendengar di segala usia.
Di satu sisi, radio juga tetap mengudara secara konvensional untuk menjaga marwahnya karena metode ini masih memiliki penikmatnya sendiri.
Salah satunya adalah pekerja swasta bernama Luthfir Rahman (28). Pria asal Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar) ini masih selalu mendengarkan radio secara konvensional setiap berkendara di mobilnya.
Mendengarkan radio menjadi pilihan utamanya untuk menghilangkan penat saat berkendara karena tempatnya bekerja berada di Samarinda.
"Kalau dengar radio selalu di mobil. Karena jika pakai handphone agak malas mencari frekuensi dan kata kuncinya," sebut pria yang akrab disapa Uppy ini.
Uppy mengaku telah mendengar radio sejak kecil. Menurutnya radio itu tidak hanya tentang mendengarkan musik saja, tetapi menjadi wadah bagi dirinya untuk mendapatkan informasi baru yang tidak bisa dilihatnya lewat smartphone ketika berkendara.
Terlebih narasi dari penyiar sangat enak didengar sehingga informasi yang diperoleh mudah untuk dicerna.
Pria yang masuk dalam generasi milenial ini merupakan tipe orang yang suka mendengarkan orang untuk bercerita.
Program favoritnya semasa kecil adalah mendengarkan cerita mistis setiap malam Jumat yang disiarkan di radio tempatnya tinggal. Tetapi di usianya yang sudah beranjak 28 tahun, ia saat ini menyukai berita olahraga yang disajikan di radio, terutama seputar klub kesayangannya Manchester United.
"Saya lebih suka dengar penyiar yang bercerita dibanding nonton di televisi. Saya itu tipe orang yang suka dengar orang lain ngomong atau istilah kasarnya "ngebacot" gitu. Karena pembawaannya terasa beda dan tutur kata dari penyiar itu sangat terstruktur. Jadi kadang saya banyak belajar dari mereka (penyiar) sebagai pendengar," beber Uppy.
Radio di mata Gen Z
Berbeda dengan Uppy yang tergolong generasi milenial dan masih mendengar radio secara konvensional, orang-orang yang masuk kategori Gen Z cenderung menggunakan platform digital untuk mendengarkan radio. Contohnya melalui aplikasi dan layanan streaming karena tidak memiliki batasan untuk mendengar.
Hal itu diungkapkan oleh seorang penyiar radio, Firsty Finora Putri (22) yang masuk kategori Gen Z.
Sebelum terjun di dunia penyiaran, perempuan yang akrab disapa Fifi ini menilai radio sebagai wadah atau media untuk mendapatkan informasi dan mendengarkan lagu.
Tak jarang ia memilih platform musik digital hanya untuk mendengarkan sebuah lagu, baik saat berkendara maupun saat santai.
Tetapi pandangannya berubah ketika terjun langsung untuk mengudara. Meski sempat ragu apakah masih ada yang mendengarkan radio, akhirnya gadis berzodiak Cancer ini memberanikan diri bekerja sebagai penyiar radio.
"Tak disangka ternyata kerjanya tidak semudah yang dibayangkan. Untuk menyiarkan lagu saja harus ada rumusnya. Informasi pun harus diolah sebelum bisa disiarkan. Selain itu, penyiar juga dituntut untuk menjaga emosi agar pembawaannya tetap senang. Saya pikir pekerjaan penyiar ini sangat cocok bagi Gen Z untuk memperluas wawasan dan melatih keterampilan berbicara, karena tidak mudah berbicara saat on air itu," ungkap Fifi.
Fifi mengakui bahwa di era digitalisasi sekarang, Gen Z lebih memilih membuka media sosial ketimbang mendengarkan radio. Oleh sebab itu, ia sangat berharap agar masyarakat bisa kembali mendengarkan radio sama halnya seperti melihat media sosial yang bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun.
Selain itu, perempuan 22 tahun ini juga berpesan agar perusahaan radio bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. Terutama dalam merekrut sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan generasi sekarang.
"Semakin banyak anak muda yang berkarir di industri radio, maka semakin kuat radio bisa bertahan di tengah gempuran digitalisasi. Karena mereka yang masih muda ini masih daya pikirnya masih segar dan melek dengan perkembangan zaman. Jadi harapannya semakin banyak lagi anak muda yang masuk di industri radio," pungkasnya.
Foto: Kru KPFM Samarinda.