968kpfm, Samarinda - Perwakilan guru, alumni, siswa, tokoh masyarakat, serta Komite Sekolah SMA Negeri 10 Samarinda menyambangi Kantor DPRD Kaltim di Jalan Teuku Umar, Samarinda, Selasa (8/6/2021).
Kedatangan mereka ke Karang Paci --sebutan Gedung DPRD Kaltim-- sebagai imbas dari pembongkaran asrama SMA Negeri 10 Samarinda, tepatnya di kampus A yang berlokasi di Jalan HAMM Rifaddin, Samarinda, oleh Yayasan Melati pada Sabtu (4/6/2021) lalu.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yaqub, yang ditemui usai rapat dengar pendapat (RDP) di ruang rapat gedung E lantai 1 DPRD Kaltim menuturkan, pihaknya ingin mendengar aspirasi dan tuntutan dari seluruh unsur pendukung di SMA Negeri 10 Samarinda.
"Tuntutan pertama mereka adalah meminta pelaksanaan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tetap berjalan di kampus A," kata Rusman, Selasa (8/6).
"Kedua, mereka meminta agar SMA Negeri 10 Samarinda tidak dipindah. Jadi tetap di sana sampai pemerintah menyiapkan segala fasilitasnya di kampus B," sambungnya.
Dapat Dukungan Tokoh Masyarakat
Berdasarkan hasil RDP bersama Komisi IV DPRD Kaltim, Ketua Komite SMA Negeri 10 Samarinda, Ridwan Tasa membeberkan bahwa lahan di kampus A belum pernah dihibahkan kepada yayasan. Lantaran belum pernah ada pembahasan dan surat resmi kepada DPRD Kaltim.
"Dengan demikian maka lahan di sana adalah aset pemerintah berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA)," ucap Ridwan.
Ridwan mengungkapkan, jika SMA Negeri 10 Samarinda dipindahkan ke kampus B yang ada di Jalan Perjuangan, maka yang menerima imbas dari hal ini adalah masyarakat di sekitar sekolah. Mengingat PPDB saat ini menggunakan sistem zonasi.
Dijelaskannya, di kawasan Samarinda Seberang dan Loa Janan Ilir hanya memiliki dua sekolah negeri di jenjang teratas, yakni SMA Negeri 10 dan SMA Negeri 4 Samarinda. Jika dipindahkan, maka banyak anak-anak yang tidak bisa sekolah karena hanya memiliki satu sekolah negeri dengan kuota terbatas.
"Sehingga Camat dan Lurah memberikan dukungan kepada SMA Negeri 10 Samarinda agar tetap berada di kampus A, agar masyarakat tidak dirugikan," klaimnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Samarinda ini menyikapi surat disposisi dari Gubernur Kaltim yang dijadikan pihak yayasan sebagai landasan hukum untuk melakukan pembongkaran.
Menurutnya, keputusan orang nomor satu di Benua Etam untuk menerbitkan disposisi itu tidak sepenuhnya salah. Namun hal tersebut tidak bisa dijadikan dasar karena masih berbentuk surat yang ditulis tangan di pinggir.
"Harusnya itu kan masih dalam proses, dan nantinya produk hukumnya keluar dalam bentuk surat. Nantinya itulah yang bisa menjadi dasar, tapi sampai sekarang surat itu kan belum keluar," imbuhnya.
Bangunan Kampus B Dianggap Tidak Layak
Ditemui terpisah, salah satu alumni SMA Negeri 10 Samarinda, Anggi menjelaskan bahwa permasalahan yang terjadi saat ini sebenarnya bukan yang pertama kali. Sejak dirinya bersekolah pada tahun 2016 silam hingga tuntas menempuh pendidikan di tahun 2019, konflik seperti ini memang sering terjadi.
"Kami selaku alumni sangat kasihan dengan adik-adik kami. Saya dulu sering belajar di kampus B dan itu sangat tidak representatif," sebut Anggi.
Lulusan tahun 2019 ini menceritakan kisahnya ketika 3 tahun menempuh pendidikan di kampus B. Sekolah yang terletak di Jalan Perjuangan tersebut memiliki ruang kelas yang terbatas, namun tetap dipaksakan untuk menampung 300 siswa-siswi.
Belum lagi minimnya berbagai fasilitas seperti lapangan serbaguna, air bersih dan tempat ibadah membuat dirinya miris. Tak jarang saat jam pelajaran olahraga, mereka harus melaksanakannya di GOR 27 September Universitas Mulawarman atau GOR Madya Sempaja.
"Musala pun harus digabung dengan laboratorium. Jadi kami merasa kampus B ini tidak representatif jika siswa dari kampus A yang jumlahnya 700 orang dipindah ke kampus B," ungkapnya.
Senada, salah satu siswa SMA Negeri 10 Samarinda, Adrian mengaku keberatan jika harus pindah ke kampus B. Remaja yang kini duduk di kelas 12 ini sangat prihatin dengan rekan-rekannya yang harus menempuh perjalanan jauh jika SMA Negeri 10 Samarinda dipindah ke kampus B.
"Banyak rekan saya yang tinggal di sekitar jalan HAMM Rifaddin. Otomatis jika dipindah mereka harus menempuh jalan yang sangat jauh agar bisa sekolah. Apalagi banyak yang tidak memiliki SIM, jadi orang tua mereka sangat keberatan," paparnya.
Oleh sebab itu, Adrian berharap kepada pemerintah agar SMA Negeri 10 Samarinda tetap berada di kampus A. Kalaupun dipindah, pemerintah harus bisa menyediakan tempat yang representatif sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih nyaman.
Foto: Ketua Komite SMA Negeri 10 Samarinda, Ridwan Tasa usai menghadiri RDP bersama Komite SMA Negeri 10 Samarinda, Selasa (8/6/2021)