Main Image
Kota Tepian
School Life | 11 Nov 2021

Unggahan Tentang Ma'ruf Amin Disoal, BEM KM Unmul Dipanggil Polisi

968kpfm, Samarinda - Unggahan gambar di media sosial, Instagram milik Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) Universitas Mulawarman tentang Wakil Presiden Ma'ruf Amin, menuai persoalan.

Postingan itu memuat gambar Ma'ruf dengan tulisan Kaltim Berduka Patung Istana Merdeka Datang Ke Samarinda.

Poster digital itu merupakan pengumuman seruan aksi unjuk rasa, yang digelar pada Selasa, 2 November 2021 lalu. Bertepatan kehadiran Ma'ruf di Kota Tepian.

Akibat kritikan tersebut, organisasi kemahasiswaan ini dilaporkan ke polisi. Pemanggilan BEM-KM Unmul dijadwalkan pada Rabu (10/11).

Laporan itu diketahui dari surat panggilan yang dilayangkan Polresta Samarinda B/1808/XI/2021. Dalam surat itu, dasar pemanggilan berdasarkan laporan R/LI/457/XI/2021/RESKRIM, pada  2 November 2021 yang ditindaklanjuti Polresta Samarinda pada hari yang sama dengan menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Sp. Lidik/ 1785 / XI/2021.

Kompol Andika Dharma Sena mengatakan, kepolisian ingin meminta klarifikasi dari unggahan BEM-KM Unmul itu. Namun, pihak terlapor atau dalam hal ini Presiden BEM-KM Unmul, Abdul Muhammad Rachim tidak hadir atas pemanggilan itu.

"Sebenarnya kami di sini hanya ingin meminta klarifikasi dari postingan tersebut, serta maksud dan tujuan mereka menerbitkan unggahan itu," ungkap Kompol Andika Dharma Sena saat ditemui di ruangannya, Rabu (10/11).

Sena --sapaan akrabnya-- menyebutkan, pihaknya akan menjadwalkan ulang pemanggilan itu. Tetapi ia belum bisa memastikan jadwal pemanggilan kedua itu. "Kami juga banyak melakukan pemanggilan. Jadi nanti akan kami jadwalkan ulang," singkatnya.


Nilai surat pemanggilan dikirim mendadak

Dikonfirmasi terpisah, Presiden BEM-KM Unmul, Abdul Muhammad Rachim mengaku tidak bisa hadir lantaran surat pemanggilan baru diterima pada Senin (8/11) lalu. Sementara pemanggilan kepolisian dijadwalkan pada Rabu (10/11).

Guna mendampingi dirinya dalam proses pemanggilan, Rachim sudah berkoordinasi dengan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Unmul.

"Di saat yang bersamaan, kami juga ada agenda yang sudah dijadwalkan sejak jauh hari. Jadi kami (LKBH FH Unmul) telah mengkonfirmasi hal ini kepada pihak kepolisian agar proses pemanggilan bisa ditunda. Kami usahakan akan hadir pada pemanggilan selanjutnya," kata Rachim.

Rachim menyebut, upaya pemanggilan dari pihak kepolisian memang bertujuan untuk permintaan keterangan.

Tetapi di dalam surat tersebut terdapat beberapa pasal yang mengarah pada pencemaran nama baik dan penghinaan. Kemungkinan ada indikasi dirinya dilaporkan oleh seseorang.

"Tetapi sejauh ini kami belum tahu siapa yang melapor. Sebenarnya untuk kasus seperti ini merupakan delik aduan absolut. Saya pribadi sudah konsultasi dengan teman-teman lain. Kalau mereka (polisi) membutuhkan kejelasan atau klarifikasi, saya akan hadir untuk memberikan hal yang mereka butuhkan," tandasnya.


Menduga ada upaya kriminalisasi

Di sisi lain, Dosen Fakultas Hukum (FH) Unmul, Herdiansyah Hamzah menilai upaya pemanggilan Presiden BEM-KM Unmul oleh pihak kepolisian merupakan tindakan untuk membungkam kebebasan berekspresi.

Menurut pria yang akrab disapa Castro ini, kalimat "Patung Istana Datang Ke Samarinda" itu hanya sebuah istilah metafora untuk menggambarkan sosok Wapres RI yang cenderung tidak terlihat selama dilantik menjadi orang nomor dua di Indonesia.

"Kalimat metafora itu tidak layak untuk diproses secara hukum. Bayangkan kalau kalimat metafora itu dipidanakan, maka setengah penduduk indonesia pasti akan dikerangkeng di tahanan. Jadi bagi kami kalimat metafora seperti itu menggambarkan kecerdasan seseorang," tutur Castro dalam konferensi pers melalui daring.

"Melarang atau melaporkan hal ini ke polisi, itu sama saja dengan pembungkaman dan mematikan kecerdasan seseorang," sambungnya.

Kebebasan mengkritik seharusnya menjadi tanggung jawab birokrasi kampus. Kalau ada kalimat metafora, bahkan ada yang menyebut satir atau sarkastik dan diminta untuk dihapus atau dihilangkan, hal itu bisa disebut membatasi dan menutup ruang kebebasan mahasiswa di kampus.

Disinggung mengenai upaya kriminalisasi yang menjerat Presiden BEM-KM Unmul, Castro mengatakan bahwa hal itu tersirat jelas dari pasal yang disangkakan dan pelapor yang tidak jelas.

Pasal yang disangkakan dalam pemanggilan ini merupakan delik aduan. Jika mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pejabat yang dihina harus melaporkan sendiri ke polisi.

Artinya, pejabat tidak bisa memberikan kuasa kepada orang lain atau orang lain mengaku mewakili pejabat itu untuk melapor ke polisi terkait penghinaan yang ia terima.

"Dalam kasus ini kan Kalau yang melapor adalah orang lain, seharusnya pihak kepolisian tidak melakukan pemanggilan terhadap mahasiswa. Disitu paradoksnya. Jadi kami melihat pemanggilan ini memang ada upaya kriminalisasi," paparnya.

Oleh sebab itu, Castro berharap agar aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian dapat menghentikan proses penyelidikan. Mengingat kasus ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Foto: Tangkapan layar postingan BEM KM Unmul yang menyebut Wapres RI sebagai patung istana. (istimewa)

Penulis: Fajar
Editor: Maul

Share This Post
More Article