968kpfm, Samarinda - Hampir semua kegiatan dilakukan di rumah selama masa pandemi covid-19. Bukan hanya orangtua yang bekerja dari rumah atau work for home (WFH). Anak-anak juga menjalani pembelajaran jarak jauh atau e-learning.
Kondisi tersebut, membuat anak sering terpapar gadget. Guna mempelajari materi yang diberikan sekolah.
Selain itu, orangtua kerap memberikan smartphone sebagai opsi hiburan bagi anak agar tidak rewel. Hal ini mendorong anak kecanduan gadget dan mengalami sejumlah dampak negatif lainnya.
KPFM Samarinda membahas persoalan ini lewat special talkshow bertajuk Efek Pandemi pada Tumbuh Kembang Anak. Narasumber yang hadir meliputi psikolog dari Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Siti Mahmudah Indah Kurniawati. Serta Wakil Komisi IV DPRD Kaltim Ely Hartati Rasyid.
Menurut Siti Mahmudah, pengawasan orangtua merupakan hal penting. Orangtua mesti tegas atas penggunaan gadget.
"Paling penting edukasi dari orangtua. Kalau ada anak kecanduan gadget, jangan salahkan anaknya. Tidak fair," kata wanita yang akrab disapa Nia itu.
Nia mengibaratkan penggunaan gadget seperti pisau. Tidak semua orang harus menghindari pisau. Matanya yang tajam dapat digunakan untuk perbuatan yang positif dan negatif.
"Anak 5 tahun tidak disarankan memakai gadget lebih dari 1 jam. Karena mereka (anak) harus hati-hati saat akses beberapa media sosial," terangnya.
Nia menjelaskan, child grooming atau kasus pelecehan seksual di dunia maya kemungkinan dapat terjadi pada anak yang sering bermain ponsel pintar. Terlebih ketika berselancar di media sosial.
"Anak korban grooming ini biasa foto atau video mereka disebarkan di dunia maya oleh para pelaku atau disebut groomer," ucapnya dalam diskusi itu.
Data yang dihimpun DKP3A Provinsi Kaltim, selama pagebluk covid-19 melanda, terdapat sejumlah kasus yang menimpa anak maupun perempuan. Meliputi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yang disinyalir faktor ekonomi hingga kekerasan anak di jagat maya, yang mengacu pada perundungan atau bullying.
"Namun, tidak semua muncul dampak negatif selama di rumah. Ada juga beberapa anak yang berprestasi, mesti harus diakui bahwa mereka termasuk keluarga yang punya ketahanan ekonomi selama pandemi," bebernya.
Nia menambahkan, DKP3A membuka layanan konsultasi gratis selama pandemi. Pusat Pembelajaran Keluarga Ruhui Rahayu merupakan program bertujuan membantu masyarakat agar tercipta keluarga sejahtera. Baik secara mental hingga fisik.
"Perubahan mental emosional ini juga dipengaruhi kondisi belum tahu harus bersikap seperti apa saat pandemi dan saat pergerakan dibatasi. Orangtua mengalami kejenuhan, sehingga bingung mau ngapain. Ini adalah bencana non alam yang belum memiliki sistem. Kami di pemerintahan juga masih meraba-raba," tandasnya.
Foto: Ilustrasi anak bermain gadget (istimewa/jawapos/TheMoneyPages)
Penulis: Maul