968kpfm, Samarinda - Vaksinasi massal yang dijadwalkan terlaksana di Islamic Center, Jalan Slamet Riyadi pada Rabu (25/8), dibatalkan.
Badan Pengelola Islamic Center (BPIC) Provinsi Kaltim mengeluarkan surat penolakan dan pembatalan vaksinasi massal, yang diproyeksi akan diikuti 6 ribu peserta tersebut.
Terdapat 4 poin yang termaktub dalam surat penolakan vaksin yang dikeluarkan BPIC Kaltim. Pada poin ketiga tertulis bahwa alasan penolakan karena penggunaan Astrazeneca hukumnya haram.
"Memperhatikan fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 14 Tahun 2021 Tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produk Astrazeneca, memutuskan pada point kedua angka 1, bahwa Vaksin Covid-19 produk Astrazeneca hukumnya haram karena dalam tahapan proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi," tulis poin ketiga dalam surat tersebut.
Ketua Umum Badan Pengelola Islamic Center Samarinda, Awang Dharma Bakti mengatakan, seharusnya vaksin yang akan didistribusikan kepada pihaknya adalah Moderna. Akan tetapi dirinya mendapat informasi dari petugas di Klinik Islamic Center bahwa vaksin yang akan dikirimkan adalah Astrazeneca.
"Mengacu pada fatwa itu, maka kami terpaksa mengambil keputusan untuk membatalkan sementara pelaksanaan vaksinasi massal yang akan dimulai besok (Rabu)," ucap Awang saat dihubungi lewat saluran telepon oleh satu awak media di Samarinda, Selasa (24/8).
Awang menjelaskan, sebagaimana dijelaskan di ketentuan, penggunaan Astrazeneca hanya jika kondisi mendesak. Menurutnya, masih ada jenis vaksin lain mengacu pelaksanaan vaksinasi saat ini.
"Ini, kan pengecualian. kalau tidak ada lagi. Sekarang masih ada jenis lain," sebutnya.
Awang menuturkan, pihaknya telah menghubungi peserta vaksinasi yang sudah menerima undangan terkait pembatalan sementara ini.
Tak hanya itu, pihaknya juga mempublikasikan hal ini kepada media mainstream agar masyarakat tahu bahwa pelaksanaan vaksinasi massal di Islamic Center Samarinda dibatalkan sementara.
"Harapannya semua peserta vaksinasi bisa mengetahui pembatalan ini. Kami juga sudah bersurat kepada Dinkes Samarinda agar segera dicarikan solusi," imbuhnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Samarinda, dr Ismid Kusasih mengatakan, pihaknya masih mencari alternatif lain, terkait pembatalan vaksinasi massal ini.
"Kami masih carikan alternatif untuk pelaksanaan vaksinasi imbas dari pembatalan ini," singkat Ismid. Ditanya mengenai status boleh-tidak-nya Astrazeneca, Ismid enggan berkomentar lebih banyak.
Dikutip dari laman resmi MUI pada 19 Maret 2021, sidang fatwa memutuskan bahwa vaksin produksi Astrazeneca hukumnya haram, karena dalam tahapan proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi.
Namun dalam fatwa tersebut juga disebutkan bahwa saat ini penggunaan vaksin merek Astrazeneca masih diperbolehkan (mubah) karena:
"a. Ada kondisi kebutuhan yang mendesak (hajah syar’iyyah) yang menduduki kondisi darurat syar’iy (dlarurah syar’iyyah); b. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya (resiko fatal) jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19; c. Ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok (herd immunity); d. Ada jaminan keamanan penggunaan oleh pemerintah; dan e. Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia,” terang surat fatwa yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof. DR. Hasanuddin.
Masih dalam fatwa tersebut, bahwa kebolehan penggunaan vaksinasi Covid-19 Astrazeneca sebagaimana dimaksud tadi tidak berlaku jika alasan sebagaimana dimaksud huruf a, b, c, d, dan/atau e hilang.
Ketua MUI Kaltim Muhammad Rasyid merespons persoalan ini. Dia mengatakan, mengacu pada fatwa MUI pusat, vaksin AstraZeneca dapat digunakan dalam kondisi darurat. Meski dalam kandungannya, terdapat unsur babi.
"Dari sekian banyak unsur, (Astrazeneca) ada unsur babi, dari situ maka hukumnya menjadi haram. Haram itu dalam suasana normal (bukan pandemi)," jelas Rasyid, ketika dihubungi salah satu wartawan di Samarinda lewat saluran telepon.
Rasyid menjelaskan, terdapat perkembangan dalam hukum Islam. Jika sebabnya berubah, maka hukumnya ikut berubah. "Keadaan normal menjadi darurat, maka hukum berubah. Itu kaidah uhsul fiqih," tambahnya.
Diterangkan Rasyid, dalam fatwa MUI Nomor 14/2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produk AstraZeneca, terdapat klausul melanjutkan poin pertama yang menyatakan AstraZeneca haram, namun dapat digunakan dalam keadaan darurat.
"Ada klausul di bawahnya mengatakan boleh digunakan karena kondisi darurat. Maka kalau begitu kesimpulan akhirnya dalam kondisi darurat itu menjadi halal. Tidak lagi haram. Sehingga tidak perlu terlalu dipermasalahkan."
"Boleh digunakan, Indonesia kan dalam kondisi darurat. Walaupun ada beberapa daerah di negara ini yang sudah tidak darurat. Tapi Kaltim kan masih darurat," lanjutnya.
Menurut Rasyid, masyarakat tak perlu khawatir. Fatwa MUI yang sudah keluar itu lebih baik dilihat secara menyeluruh. Jangan sepotong saja.
Upaya vaksinasi di Kaltim juga menjadi hal yang sejalan dengan ajaran Islam. Sebab karena adanya pandemi, maka semua pihak wajib bersama-sama demi menyelesaikan masalah tersebut.
"Kalau ini tidak dituntaskan sampai terputus, maka kondisi kita tetap di kondisi darurat ini," tandasnya.
Penulis: Maul
Benua Etam
Terima Silaturahmi Masyarakat Umum, Gubernur Kaltim Berikan Santunan Kepada 1.000 Penerima27 Aug 2021