968kpfm, Samarinda – Sejak diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), kewenangan daerah dalam pengelolaan dan pengawasan pertambangan semakin terbatas.
Regulasi ini membuat seluruh proses perizinan dan pengawasan pertambangan tersentralisasi di pemerintah pusat. Menanggapi hal itu, Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik, menegaskan bahwa daerah sejatinya hanya menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
“Sebagai negara kesatuan, pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk mengambil alih urusan ini. Namun, jika daerah merasa ada ketidakadilan dalam kebijakan yang diterapkan, maka data yang valid perlu disiapkan sebagai bahan diskusi dengan pusat,” ujar Akmal Malik.
Akmal mencontohkan masih banyaknya kasus pertambangan di Kaltim, di mana pengawasan pertambangan belum optimal karena menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian terkait. Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah daerah menginventarisasi masalah yang ada dan menyampaikannya ke pusat.
“Ketimbang hanya mengeluh, langkah terbaik yang bisa dilakukan adalah mengumpulkan data konkret, lalu mendiskusikannya langsung dengan pemerintah pusat guna mencari solusi,” jelasnya.
Akmal juga menyoroti bahwa setiap daerah memiliki tantangan yang berbeda dalam menangani permasalahan pertambangan. Di Kaltim, misalnya, aktivitas tambang sangat masif, tetapi regulasi dan pengawasan berada di tangan pusat. Saat ini, peran pemerintah daerah hanya sebatas memberikan rekomendasi dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Untuk itu, ia telah menginstruksikan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim agar mengidentifikasi berbagai persoalan pertambangan di wilayahnya.
“Kita akan mengumpulkan informasi dari daerah lain yang menghadapi permasalahan serupa, kemudian membahasnya dengan pemerintah pusat,” pungkasnya.
Penulis: Fajar
Editor: Maul
Benua Etam
Terima Silaturahmi Masyarakat Umum, Gubernur Kaltim Berikan Santunan Kepada 1.000 Penerima31 Jan 2025