968kpfm, Samarinda - Tindakan represif yang diduga dilakukan oknum polisi terhadap lima wartawan di Samarinda, terjadi pada Kamis (8/10/2020) malam. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Balikpapan, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kaltim mengecam perbuatan itu.
Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Kaltim, Abdurrahman Amin mengatakan, perbuatan yang dilakukan oknum polisi tersebut adalah bentuk pelanggaran Undang-Undang (UU) Pers.
Rahman --sapaan akrabnya-- meminta Kapolda Kaltim melaksanakan investigasi dan menindak aparat jika terbukti serta memberi sanksi tegas.
"Hasil investigasi pun harus disampaikan ke publik," tegasnya.
Ketua IJTI Kaltim, Amir Hamzah menyampaikan hal senada. Dirinya juga mengecam tindakan represif oknum polisi tersebut.
Menurut Amir, tugas wartawan dalam proses peliputan mendapat perlindungan UU Pers. Untuk itu, perbuatan intimidasi dan kekerasan oknum polisi sebagai bentuk menghalangi kerja-kerja wartawan dan punya konsekuensi pidana.
"Kami akan mengawal segala upaya yang ditempuh teman-teman Jurnalis yang terintimidasi dalam kerjanya di lapangan," sebut Amir.
Sementara itu, dalam rilis yang diterima KPFM, Ketua AJI Kota Balikpapan, Devi Alamsyah menjelaskan tindakan kekerasan yang dialami lima wartawan di Samarinda sebagai bentuk penghalangan proses peliputan dan melanggar UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
"Jika terbukti bersalah, kami mendesak agar aparat kepolisian melayangkan permintaan maaf dan menanggung semua kerugian materiil dan fisik para korban," ucap Devi.
Selain permohonan maaf, Devi juga meminta agar para pelaku harus diproses. AJI Balikpapan siap melakukan pendampingan jika para korban menempuh jalur hukum.
Devi menambahkan, kekerasan fisik dan intimidasi terhadap pewarta bisa diproses pidana karena secara nyata dan terbuka menghalangi-halangi kerja-kerja pers.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40/1999 tentang Pers, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta.
"Setiap orang yang dimaksud termasuk polisi," tandasnya.
Diketahui bahwa, lima wartawan yang diduga mengalami kekerasan fisik di antaranya, Yuda Almerio wartawan IDN Times, Samuel Gading wartawan Lensa Borneo.Id, Faishal Alwan Yasir wartawan Koran Kaltim, Mangir Anggoro Titiantoro wartawan Disway Kaltim dan Apriskian Tauda Parulian wartawan Kalimantan TV.
Kejadian ini bermula saat kelima wartawan tersebut sedang meliput 12 demonstran yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Samarinda. Lokasi peliputan berada di depan Mako Polresta Samarinda, Jalan Slamet Riyadi.
Diwartakan sebelumnya, Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Arief Budiman mengatakan, pihaknya tidak bermaksud memukul apalagi menginjak.
"Itu kan gelap disana, jadi kami tidak bermaksud untuk melakukan tindakan represif. Tapi kami akan tetap mencari tahu anggota tersebut. Mungkin saja rekan-rekan wartawan disangka sebagai salah satu massa aksi juga," sebut Arif.
Arif menegaskan bahwa tidak ada anggotanya yang terlibat melakukan tindakan represif tersebut. Jika ada yang merasa dipukul, ujar Arif, silahkan melaporkan langsung kepada dirinya.
"Terlepas itu, kami sebagai manusia biasa tentunya memohon maaf jika ada tindakan kami yang diluar kemanusiaan. Saya yakin polisi tidak bermaksud untuk melukai rekan-rekan," pungkasnya.
Penulis: Maul
Benua Etam
Terima Silaturahmi Masyarakat Umum, Gubernur Kaltim Berikan Santunan Kepada 1.000 Penerima10 Oct 2020