968kpfm, Samarinda - Pemkot Samarinda tetap dengan keputusannya menyegel dan mengosongkan 6 rumah pertokoan (ruku) yang berdiri di kawasan Citra Niaga.
Kabid Aset Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Samarinda, Moch Arif Surochman menuturkan, keenam ruko ini terpaksa disegel karena pemiliknya tidak memperbaharui Hak Guna Bangunan (HGB) dan menunggak pajak sewa retribusi.
"Untuk retribusi memang sudah ada beberapa yang membayar, hanya saja jumlahnya belum sesuai dengan yang harus dibayar. Untuk totalnya kami tidak bisa ungkapkan, kalau mau silahkan ke kantor dan kita lakukan hitungannya," ucap Arif, Kamis (3/6).
Pernah Tempuh Jalur Hukum Hingga Mahkamah Agung
Terpisah, kuasa hukum 4 pemilik ruko yang disegel, Lukas Himuq, menjelaskan persoalan yang dihadapi kliennya. Dia mengatakan, Pemkot Samarinda sebelumnya telah menetapkan biaya retribusi dalam Perda Nomor 11 Tahun 2016 Pasal 70 ayat 1 dan 2.
Namun, di tahun berikutnya terbitlah Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 17 tahun 2017 tentang pemberian keringanan. Di sana tercantum bahwa masyarakat yang menyewa bisa membayar 30 persen dulu terhadap total tunggakan, untuk selanjutnya mengajukan permohonan keringanan.
"Setelah kami melakukan pembayaran dan mengajukan keringanan, Pemkot menolaknya. Akhirnya kami menempuh jalur hukum di TUN (Tata Usaha Negara) terkait SK yang ditandatangani oleh Sekda. SK tertanggal 27 September 2018 itu mengatur berapa biaya yang harus dibayar oleh klien kami. Kami menggugat SK itu agar dibatalkan," kata Lukas.
Dalam putusan Tata Usaha Negara (TUN), permohonan pihak penggugat yakni masyarakat dikabulkan oleh PTUN Samarinda dengan nomor register 17/G/2019/PTUN Samarinda. Selain mengabulkan permohonan penggugat, Ammar Putusan pada TUN menyebutkan bahwa SK yang terlampir dinyatakan gugur.
Sayangnya, saat Pemkot Samarinda mengajukan banding di PTUN Samarinda, eksepsi mereka diterima. Sehingga gugatan dari masyarakat ditolak di PTUN Samarinda.
"Kami coba lakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk menuntaskan permasalahan ini," beber Lukas.
Gugatan masyarakat ke MA akhirnya diterima dengan nomor register 276/K/TUN/2020 yang diputuskan pada 23 November 2020 lalu. Ammar putusannya, mengabulkan kasasi pihak penggugat dan membatalkan hasil PT TUN yang memenangkan Pemkot Samarinda.
"Jadi itulah faktanya di lapangan. Alhasil pengosongan dan penyegelan paksa ini secara tidak langsung telah melanggar putusan dari PTUN maupun MA," tegasnya.
Menunggu SK Terbaru Terbit Untuk Bayar Retribusi
Sebenarnya, Lukas menerangkan bahwa kliennya tidak ingin menunggak pembayaran pajak sewa retribusi. Akan tetapi karena pandemi Covid-19 yang melanda dalam kurun waktu 2 tahun kebelakang tentunya sedikit memberatkan kliennya untuk membayar tunggakan yang menumpuk.
"Oleh sebab itu kami meminta keringanan dari Pemkot Samarinda. Kawasan Citra Niaga ini kan tidak seramai seperti dulu, terlebih kondisi pandemi belum berakhir. Makanya setidaknya ada keringanan yang diberikan," sebut Lukas.
Lebih lanjut, Lukas bersama kliennya juga sampai saat ini masih menunggu penerbitan SK baru setelah surat yang lama telah gugur berdasarkan putusan dari Mahkamah Agung. Namun, karena Pemkot Samarinda telah melakukan tindakan penyegelan paksa, pihaknya siap untuk menempuh jalur hukum kembali.
"Ya indikasinya Pemkot ini melakukan penyalahgunaan kekuasaan, bahkan bisa saja dijerat pasal korupsi karena tidak menerbitkan SK baru pasca putusan MA. Padahal jika ada tentu bisa meningkatkan PAD, tapi mereka lebih memilih jalur ini," pungkasnya.
Penulis: Fajar
Editor: Maul
Benua Etam
Terima Silaturahmi Masyarakat Umum, Gubernur Kaltim Berikan Santunan Kepada 1.000 Penerima05 Jun 2021