968kpfm, Samarinda - Floor (Coffee Company) adalah wadah coffee roastery. Empunya adalah Kholid, pria yang yakin kalau specialty coffee bakal berkembang di Kota Tepian.
Istilah specialty coffee ini mengacu pada biji kopi berkualitas dan memiliki cita rasa tinggi. Tolak ukur kualitas tersebut meliputi seluruh tahapan.
Mulai dari pengelolaan tanaman kopi, penyortiran green beans (biji kopi), roaster atau menyangrai, dan sampai ke tangan barista, profesi yang memastikan kopi menjadi nikmat di lidah pengecapnya.
Di Floor, yang berdiri sejak November 2020 silam, Kholid berupaya menghadirkan specialty coffee pada setiap produk. Usaha ini berbentuk Business to Business (B2B).
Meski fokus pada coffee roastery, tak jarang pengunjung Floor ingin mencicipi kopi racikan Kholid.
"Kursi dan meja sebagai frontline saja. Floor ini fokusnya lebih ke roastery dan penjualan kopi," kata Kholid, pemilik rumah penyangraian kopi di Jalan Ery Suparjan, Sempaja Selatan, Samarinda Utara, tersebut.
Kholid memasarkan produknya kepada pemilik bisnis lain. Lewat pola itu, ia bisa mengampanyekan penggunaan biji kopi berkualitas pada coffee shop (kedai kopi) dan home brewer atau penikmat kopi di rumah yang menaruh kepercayaan dengan perusahaannya.
"Penginnya, dengan adanya Floor, customer tahu kalau mau specialty itu ke mana, kalau mau kopi tradisional itu ke mana," ucapnya.
Perjuangan menggaungkan specialty lewat coffee shop
Sebelum Floor berdiri, pemilik nama asli Muhajir Kholid Muttaqin itu pernah mencoba peruntungan membuka coffee shop, 2014 silam. Itu setelah ia menyelesaikan kursus barista dan me-roasting kopi di sebuah coffee shop ternama di Jakarta.
Kholid mengedukasi konsumen tentang specialty coffee lewat minuman kopi yang level manisnya berbeda. Seperti latte, cappuccino, americano, lalu manual brewing (seduh manual).
Pada masa ini, Kholid hanya menyangrai kopi untuk keperluan kedai kopinya. Menurutnya, ketersedian kopi berkualitas di Samarinda masih minim. Kalaupun ada, pasti hanya varietas robusta dan liberika. Sementara yang paling digemari adalah arabika.
Terlebih, ia juga dibenturkan dengan pola pikir masyarakat yang menganggap bahwa specialty coffee adalah kemewahan.
"Di zaman itu segelas kopi dengan harga Rp 20 ribu dianggap mahal. Padahal pekerja yang dilibatkan dalam specialty banyak. Misalnya, petani yang harus memetik biji kopi yang tidak rusak atau cacat."
"Beda dengan di Pulau Jawa. Harga jual segelasnya Rp 20-23 ribu per gelas. Budaya (specialty coffee) di sana sudah terbentuk, dan distribusi bahan mentah gampang didapat. Sementara di Samarinda, harus dikirim dari luar pulau. Masa harus dijual dengan harga murah," ujar Kholid.
Petik merah, "ruh" dari specialty coffee
Kholid menyebutkan, specialty coffee itu bisa hadir melalui proses yang panjang.
Wajar kalau segelas minuman dari cerries (istilah untuk buah kopi) yang diolah itu dibanderol dengan harga lumayan tinggi. Salah satu proses yang menentukan kopi premium itu adalah "petik merah".
Dalam metode petik merah, terang bapak anak satu itu, petani memanen kopi setelah buah benar-benar matang. Banyak pengepul yang bersedia mencari biji berkualitas dan seragam ini.
"Tengkulak punya standar petik merah. Misal, kopi nggak boleh ada defect atau cacat dimakan rayap," jelasnya.
Coffee shop tutup, hijrah ke Kuwait
Coffee shop milik Kholid itu akhirnya tutup pada pertengahan 2018. Dia berpandangan kalau market (pasar) specialty coffee di Samarinda belum luas.
"Aku masih muda dan belum banyak pengalaman, membangun itu tidak mudah. Ini Samarinda, bukan kota besar. Marketnya masih belum siap," ucap Kholid.
Di tahun yang sama, Kholid menerima tawaran pekerjaan pada sebuah perusahaan mesin roastery di Kuwait. Lowongan yang ditepisnya sedari 2017, lantaran ambisi specialty coffee masih bisa maju di Samarinda.
Pertimbangan mengemasi coffee shop-nya dan memilih beranjak ke negeri yang tak pernah dikunjungi, merupakan opsi sukar bagi Kholid. Suara hatinya bergemuruh. Mimpinya menggalakkan rasa dan kualitas kopi harus dikubur dalam-dalam.
"Mereka (perusahaan asal Kuwait) merekrut aku lewat LinkedIn. Mereka nggak cuman roasting, tapi juga penyedia mesin. Aku perlu time skip, jadi aku terima tawaran itu."
"Aku pikir bahwa Blackbird (nama coffee shop milik Kholid kala itu) salah satu pionir specialty coffee. Aku pergi ke Kuwait, dan berharap budaya kopi di Samarinda bergerak secara alami," ucap Kholid memanjatkan harap.
Selama dua tahun di Kuwait, Kholid belajar banyak tentang cara berbisnis. Tempatnya bekerja sangat menyoroti profesionalisme. Kendati demikian, bilang Kholid, specialty coffee juga belum berkembang pesat. Penikmat kopi di negeri Teluk Arab itu masih doyan minuman olahan tradisional.
"Di Kuwait, mereka masih menyukai Chai Tea (minuman asal India) dan Turkish Coffee yang dibuat secara tradisional," kata Kholid.
Tetapi pebisnis kopi di Kuwait punya langkah cepat mengembangkan usaha. Tak jarang perusahaannya memanggil trainer (pelatih) asal Eropa untuk mengasah bakatnya dan karyawan lain, mendalami ihwal specialty.
"Range bisnis tempatku bekerja itu berkembang pesat. Dari menjual mesin dan menyediakan biji kopi, mereka juga fokus pada after sale. Di mana mereka memantau kualitas minuman dari coffee shop pembeli," terangnya.
"Aku juga sempat bekerja paruh waktu di sebuah coffee shop di sana untuk mempertajam kemampuanku membuat kopi."
Pulang ke Indonesia, karena covid-19
Dengan penghasilan berkisar Rp 15 juta per bulan, Kholid mengaku senang berada di Kuwait. Itu didapatnya dari bekerja sebagai konsultan penyedia mesin kopi dan barista di coffee shop.
Tak pernah terbesit di benak kalau minatnya terhadap kopi bakal menghasilkan banyak pundi-pundi rupiah. Sayangnya, saat pertengahan 2020, tatkala hampir seluruh negara di dunia menerapkan pembatasan akibat covid-19, ia harus pulang.
"Pulang ke Indonesia karena corona. Pada 2020 lockdown di Kuwait sangat ketat. Benar-benar hanya boleh beraktivitas di rumah," sebut Kholid.
Floor (Coffee Company) hadir
Sebulan setelah mendarat di Samarinda, Kholid kembali melanjutkan perjuangan menyuarakan specialty coffee melalui perusahaan yang dirintisnya, Floor (Coffee Company).
Berbekal pengalaman di Kuwait dan pernah mengelola coffee shop, membuat Kholid melangkah hati-hati dalam berbisnis. Ia tetap memperhatikan kualitas dari biji kopi yang dijajakan kepada para pelanggan.
Awalnya, usaha itu berjalan secara daring. Kini tumbuh dan memiliki gerai yang jadi bagian tempat tinggal bersama istri dan anaknya.
"Dengan mesin roastery sekarang, dalam sebulan sudah bisa melayani 40-50 kilogram kopi. Ada beberapa coffee shop yang telah berkontrak. Sisanya penikmat kopi," cetusnya.
Pertumbuhan bisnisnya itu dirasa semakin meningkat. Pada 2021 laba bersih yang diraupnya mencapai Rp 20 juta. Angka itu di luar renovasi dan mesin yang dibelinya.
"Tahun 2022, pendapatan sudah meningkat 50 persen dalam enam bulan," ucapnya.
Sekarang, Floor telah menjajaki bisnis lain. Selain menyangrai biji kopi, ia juga menyediakan konsultasi bagi pemula, yang ingin membuka coffee shop. Hal ini, semata-mata dilakukannya untuk menelurkan budaya specialty coffee di Samarinda.
"Di sini semuanya by data. Aku buat laporan range market yang bisa diambil keputusan dalam menjalankan bisnis coffee shop. Sumber daya manusia mereka aku latih, hingga bisa menghasilkan sajian berkualitas."
"Aku berjuang bagaimana bisa sustainable (berkelanjutan). Specialty coffee itu merubah cara industri ini bergerak. Karena mementingkan kualitas," pungkas pria kelahiran Samarinda, 26 September 1991 itu.
Penulis: Maul
Benua Etam
Terima Silaturahmi Masyarakat Umum, Gubernur Kaltim Berikan Santunan Kepada 1.000 Penerima12 Jul 2022