KPFM SAMARINDA - Sektor tambang batu bara masih menjadi komoditas utama di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Hanya saja, Pemprov Kaltim mesti mewaspadai tren penurunan terhadap pertumbuhan ekonomi dunia pada 2020.
Sejumlah negara yang selama ini banyak mengimpor batu bara Indonesia, diproyeksi bakal membatasi permintaan batu bara dengan berbagai alasan dan kebijakan ekonomi.
Prediksi ini, dikemukakan oleh Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kaltim, Tutuk Cahyono. Dia mengatakan, ekonomi Kaltim masih didominasi dari sektor pertambangan batu bara. Tahun depan, harga jual emas hitam tersebut diprediksi mengalami penurunan.
"Perkiraan lembaga internasional maupun nasional serta Bank Indonesia melihat, ada tren penurunan harga batu bara pada tahun depan," kata Tutuk kepada KPFM, belum lama ini.
Kemungkinan tren harga jual batu bara menurun, tambah Tutuk, dikarenakan terdapat restriksi atau pembatasan mekanisme impor yang ditetapkan di beberapa negara, baik di Asia ataupun Eropa.
Seperti China, Negeri Tirai Bambu itu mulai menerapkan energi baru dan terbarukan (EBT), sehingga secara perlahan menurunkan untuk mendatangkan batu bara dari Indonesia.
"Dilihat dari kajian mendalam, kenapa China masih kuat sekali impor dari Indonesia pada 2019, karena masih punya proyek listrik ke daerah-daerah pelosok atau terpencil yang masih menggunakan batu bara," jelasnya.
Sepanjang periode itu, China masih menggalakkan proyek listrik masuk daerah. Alhasil batu bara masih diandalkan. Kendati sebelumnya China telah merencanakan restriksi impor batu bara, namun ternyata restriksi itu tidak begitu tinggi.
"Selain itu, ada musim dingin dan sebagainya di China, maka itu yang mendorong respons produksi masih cukup bagus. Ditambah lagi dengan cuaca yang mendukung di sini (Kaltim),” ujarnya.
Tutuk juga memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Kaltim tidak akan setinggi tahun 2019, yang sampai angka 6 persen lebih. Kabar baiknya, tren penjualan batu bara pada triwulan I tahun 2020, diprediksi masih positif.
"Awal tahun memang agak sedikit rendah permintaan. Tetapi ke pertengahan tahun, akan tinggi, tetapi tren harganya agak menurun,” tuturnya.
Mengenai permintaan crude palm oil (CPO) dari Kaltim, Tutuk memandang, prospek ke depan akan cukup bagus. Dikatakannya, India masih punya minat yang besar menghadirkan CPO dari Tanah Air. Tahun 2020, sektor perkebunan kelapa sawit masih cukup bagus.
"CPO kegiatan ekspornya masih cukup kuat. Hanya dengan Eropa saja yang sedikit bermasalah. Tetapi kebutuhan mereka cukup kecil. Hanya belasan persen. Jadi tidak begitu berpengaruh. Seperti Tiongkok, permintaan CPO juga cukup bagus,” tukasnya.
Dokumentasi: KPFM Samarinda
Penulis: Maul
Editor : Agung
Benua Etam
Terima Silaturahmi Masyarakat Umum, Gubernur Kaltim Berikan Santunan Kepada 1.000 Penerima26 Dec 2019